Tim Riset dari UNWIRA Kupang
BORONG, DELEGASI.NET – Kabut pagi menggantung di atas Lembah Colol, Manggarai Timur. Di sela-sela pepohonan tua, bunga-bunga kopi mekar menyambut cahaya matahari yang mulai menembus pucuk-pucuk daun. Suasana ini tampak memikat.
Namun keindahan itu menyimpan kenyataan pahit: kopi arabika unggulan Flores yang telah tumbuh sejak 1932, kini tengah kehilangan daya hidupnya.
Para petani yang dulu menaruh kehormatan tinggi pada kebun kopi, kini kerap hanya muncul saat panen raya. Setelah biji kopi dipetik dan dijual, kebun kembali sepi hingga musim panen berikutnya. Fenomena ini membuat sebagian warga menjuluki mereka sebagai “petani turis”.
“Kebun itu diwariskan oleh leluhur kami. Tapi sekarang, setelah panen, kebanyakan petani tidak lagi kembali merawatnya. Tidak ada pemangkasan, tidak ada pemupukan. Itu sebabnya produktivitas menurun,” kata Yoseph Sefa Alias, Kepala Desa Colol sekaligus tokoh tani, saat ditemui di kebun kopi miliknya.
Warisan Sejak Masa Kolonial
Dalam diskusi riset Akademik yang digelar oleh Universitas Widya Mandira (UNWIRA) Kupang pada 21 Juli 2025 di Lahong, Kecamatan Borong, Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas, SH., M.Hum, mengingatkan pentingnya merawat kopi sebagai warisan sejarah dan ekonomi masyarakat.
“Kopi Colol ini sudah ditanam sejak 1932. Kita punya empat varietas utama yang luar biasa: Juria, Yelo Caturra, Red Caturra, dan S795. Tapi sebagian besar pohon sudah tua. Jika tidak diremajakan, kita bisa kehilangan seluruh potensi ini,” ujar Bupati Agas di hadapan para peneliti dan pelaku usaha kopi.
Riset Akademik: Membedah Rantai Pasok dan Tantangan Global
Diskusi tersebut merupakan bagian dari riset kolaboratif yang dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang. Mereka tengah mengkaji bagaimana rantai pasok kopi arabika Flores dapat diperkuat untuk meningkatkan daya saing di pasar global.
Penelitian itu dipimpin oleh Dr. Stanis Man, SE., M.Si, dan melibatkan sejumlah akademisi:
Dr. Pater Paskalis Seran, SVD
Dr. Marius Masri Sadipun, SE., M.Si
Florianus Jehudin, SS
Konstatinus Su
Dalam paparannya, Dr. Stanis Man menekankan perlunya transformasi menyeluruh mulai dari proses produksi di kebun hingga tata kelola pascapanen dan pemasaran.
“Petani masih lemah dalam akses informasi pasar dan posisi tawar. Nilai tambah justru lebih besar diambil oleh tengkulak atau pembeli luar,” ujarnya.
Riset mereka mengangkat tema “Transformasi Rantai Pasok Kopi Arabika Flores Menuju Daya Saing Global: Strategi Pemberdayaan UMKM di Kabupaten Manggarai Timur.”
Salah satu temuan penting dalam riset ini adalah lemahnya regenerasi petani serta minimnya inovasi di tingkat lokal.
Pemerintah Akui Fenomena “Petani Turis”
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai Timur, Jhon Sentis, MM, menyebut istilah “petani turis” sebagai cerminan dari perubahan perilaku bertani yang semakin nyata.
“Kami lihat sendiri, kebun kopi tidak lagi dirawat. Banyak petani hanya datang waktu panen. Padahal, tanpa perawatan, produktivitas akan terus turun. Kita butuh pendekatan baru, baik melalui pelatihan maupun pembiayaan,” ungkapnya.
Data dari Dinas Pertanian menunjukkan penurunan produktivitas dari 600 kilogram per hektare menjadi hanya sekitar 200–300 kilogram dalam lima tahun terakhir.
Regenerasi yang Terputus
Krisis kopi Colol tidak hanya disebabkan oleh faktor alam dan teknis. Di balik itu, ada persoalan regenerasi yang mandek. Banyak generasi muda tidak lagi tertarik menjadi petani kopi.
“Dulu, kebun kopi itu lambang kehormatan keluarga. Tapi sekarang anak-anak lebih memilih ke kota, jadi pegawai atau kerja di tempat lain. Kopi dianggap tidak menjanjikan,” tutur Maria, seorang petani perempuan yang telah lebih dari 30 tahun merawat kebun peninggalan orangtuanya.
Ekowisata Tumbuh, Produksi Tak Ikut Bangkit
Sementara itu, geliat pariwisata mulai muncul di Colol. Kebun-kebun kopi menjadi daya tarik wisatawan. Namun, pertumbuhan sektor wisata belum memberi dampak berarti bagi petani.
“Wisata kopi bagus untuk promosi. Tapi kalau kebun tidak produktif, itu hanya jadi pajangan. Wisata tanpa kopi yang hidup itu semu,” ujar Adrianus Lasa, pegiat kopi dan ekowisata yang aktif mengembangkan wisata edukatif di kawasan ini.
Adrianus berharap adanya integrasi antara wisata dan pertanian. “Kita bisa bentuk paket wisata edukatif, di mana pengunjung ikut menanam, memanen, dan merasakan proses produksi kopi lokal,” tambahnya.
Harapan dari Kolaborasi
Meski tantangannya tidak ringan, kolaborasi antara pemerintah daerah dan akademisi membuka harapan baru. Tim peneliti dari Unwira berharap, hasil riset ini dapat menjadi dasar penyusunan kebijakan strategis di tingkat lokal maupun nasional.
“Perlu langkah bersama: peremajaan tanaman, pelatihan bagi petani, penguatan UMKM, dan pemanfaatan teknologi pascapanen. Kopi Colol tidak boleh dibiarkan mati perlahan,” tegas Dr. Stanis Man dalam penutupan forum riset tersebut.
Di Lembah Colol, suara masa lalu masih bergema di antara pucuk daun kopi yang mulai menguning. Masa depan kopi tak lagi hanya ditentukan oleh musim panen, tapi oleh siapa yang bersedia merawatnya—sepanjang tahun, sepanjang generasi.
//delegasi(*/hermen)
KUPANG,DELEGASI.NET - Gubernur NTT, Melki Laka Lena, tetap komit pada sikap tegasnya; menghormati penolakan warga…
KUPANG,DELEGASI.NET - Gubernur NTT, Melki Laka Lena didampingi Wakil Gubernur NTT, Johni Asadoma memimpin Rapat…
KUPANG, DELEGASI.NEI - Gubernur Nusa Tenggara Timur, Emanuel Melkiades Laka Lena menghadiri Perayaan Ekaristi Syukur…
KUPANG, DELEGASI.NET - Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena didampingi Kepala Biro Perekonomian dan Administrasi…
KUPANG, DELEGASI.NET - Wakil Gubernur NTT, Johni Asadoma membuka Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Pemuda Katolik…
MAUMERE,DELEGASI.NET - Nama Gregorius Paulus Afrisal menjadi kebanggaan belakangan ini. Pelajar Kelas XI SMAK Frater…