Paskah dan Celana Ibu

Renungan Minggu Paskah

RD. Leo Mali

HARI ini, gereja bersukacita. Hari ini, langit dan bumi bersorak. Hari ini,
seluruh ciptaan berseru: Kristus telah bangkit! Ia sungguh bangkit! Alleluya!

Selama empat puluh hari kita telah berziarah, melintasi padang gurun batin, membawa luka dan doa, memikul salib harapan di tengah dunia yang gelisah. Kini, kita tiba di pagi
kebangkitan, ketika cahaya menembus kabut, dan batu terguling dari mulut kubur.

Paskah bukan sekadar hari raya tahunan. Bukan sekadar peringatan historis.
Paskah adalah jantung iman kita, denyut harapan kita, dan fondasi keselamatan kita.

Tanpa Paskah, iman kita kering, doa kita hampa, dan pengorbanan di salib hanya
menjadi tragedi. Tetapi karena Paskah…Karena kebangkitan Kristus…Karena kubur
itu benar-benar kosong…Kita tahu: dosa tidak menang.

Maut tidak berkuasa. Kasih Allah lebih kuat dari kematian. Seperti kata Rasul Paulus: “Jika Kristus tidak dibangkitkan, sia-sialah kepercayaan kamu.” Tetapi kini, Kristus telah bangkit
sebagai buah sulung dari panen keselamatan! Maka, iman kita hidup.

Harapan kita menyala. Kasih kita bergerak. Inilah rahasia yang menjelaskan sejarah Gereja sejak awal hingga saat ini. Dari sebuah desa kecil di Galilea, kisah itu telah menggerakkan
seluruh sejarah peradaban dunia hingga saat ini melalui lebih dari 2,6 miliar penduduk
dunia (sekitar 1,2 miliar beriman katolik).

Foto Ilustrasi

Di zaman yang sarat akan “budaya kematian”, di mana kehidupan sering
dianggap murahan, dan manusia dijadikan alat oleh sistem yang menindas, Paskah
datang sebagai hymne bagi kehidupan!

Kita dipanggil untuk tidak diam, dan untuk bangkit bersama Kristus dan berkata: “Hidup itu suci. Kasih itu lebih kuat dari ego.

Harapan itu lebih nyata dari rasa takut.” Karena itulah Kristus bangkit. Ia bangkit
untuk membentuk satu umat—bukan individu-individu terisolasi, tetapi sebuah
komunitas peziarah, Gereja yang selalu berjalan bersama, saling menguatkan, saling
mengasihi, saling bergandengan tangan dan saling bersaksi tentang terang di tengah
kegelapan.

Selain itu, Paskah bukan cuma tentang keselamatan manusia. Karena Paskah
juga menunjuk pada keselamatan kosmik. Langit dan bumi pun akan diperbarui!
Kristus bangkit untuk seluruh ciptaan; untuk gunung-gunung yang merintih karena
pohon dan hutan yang digundulkan, untuk laut yang tercemar oleh plastic dan
buangan limbah industri, untuk hutan yang merana dan mengering menanti saat untuk
dibakar oleh tangan manusia yang egois.

Kristus bangkit untuk mengembalikan harmoni—antara manusia dan Pencipta, antara manusia denga sesama manusia yang lain, dan antara manusia dengan alam semesta.
Di Tahun Yubileum ini, kita semua adalah peziarah pengharapan.

Kita berjalan bersama menuju kota surgawi, tetapi kita juga dipanggil untuk membawa
secercah surga ke bumi ini, menghadirkan surga di dunia ini—melalui perjuangan
keadilan, penggalangan solidaritas, tindakan kasih terhadap sesama, dan kepedulian
terhadap bumi, rumah bersama kita.

Dengan semangat sebagai penziarah pengharapan, maka bangkitlah, umat Tuhan! Bangkitlah dari putus asa! Bangkitlah dari egoisme!
Bangkitlah dari dosa! Dan berjalanlah sebagai umat yang telah disentuh oleh
kebangkitan. Kristus telah bangkit. Maka harapan pun harus bangkit. Kristus hidup.
Maka kasih pun harus hidup dan menjadi nyata. Kristus menang, maka kehidupan
pun harus menang!

Ijinkan saya mengakhiri refleksi ini dengan mengutip sebuah Puisi Joko
pinurbo berjudul : “Celana ibu” :

Maria sangat sedih
menyaksikan anaknya
mati di kayu salib tanpa celana
dan hanya berbalutkan sobekan jubah
yang berlumuran darah…..
Ketika tiga hari kemudian
Yesus bangkit dari mati,
pagi-pagi sekali Maria datang ke kubur anaknya itu,
membawa celana yang dijahitnya sendiri
dan meminta Yesus mencobanya….
“Paskah?” tanya Maria
“Pas!” jawab Yesus gembira…
Mengenakan celana buatan ibunya,
Yesus naik ke surga.

Banyak interpretasi bisa diberikan terhadap puisi jenaka Joko Pinurbo ini.
Segelintir umat kristiani bahkan mengaku terganggu dengan penggunaan diksi yang
terlalu ‘nyeleneh’ terhadap peristiwa yang dianggap sedemikian sakral.

Tapi saya melihat sebaliknya, Joko Pinurbo berhasil dengan imajinasinya mengeritik perayaan paskah yang kerapkali terlalu ritual dan tidak manusiawi.
Merayakan Paskah berarti mengambil posisi Maria, perawan yang dikasihi
Tuhan dan telah terpilih menjadi ibu Tuhan, yang berusaha membalut luka dan
menutupi kehinaan yang ditimpakan manusia pada tubuh Sang Putera dengan “celana”
yang ia jahit dan sulam dengan tangannya sendiri.

Mari kita rayakan Paskah, bukan hanya dengan liturgi dan lagu, tetapi dengan
keberanian untuk hidup yang baru, dengan semangat yang menyala, dan dengan hati
yang lebih peduli!

Selamat Paskah. Selamat melangkah para peziarah pengharapan! Tuhan yang
bangkit menyertai kita selamanya. Aelluia

Komentar ANDA?

Penulis Delegasi

Recent Posts

Pemkot Kupang Dukung Program Makan Bergizi Gratis

KOTA KUPANG,DELEGASI.NET - Wali Kota Kupang, dr. Christian Widodo, menerima audiensi dari para Kepala Satuan…

12 jam ago

Cerobong Asap Kapel Sistina Dipasang Menjelang Konklaf

VATIKAN,DELEGASI.NET- Vatikan mulai mempersiapkan Kapel Sistina untuk konklaf, yang akan dimulai tanggal 7 Mei 2025.…

13 jam ago

Wagub NTT Dorong Para Lulusan UKAW Kupang Kembangkan Softskill dan Kompetensi

KUPANG,DELEGASI.NET - Wakil Gubernur NTT Johni Asadoma berkesempatan menghadiri Rapat Terbuka Senat Univesitas Kristen Artha…

13 jam ago

Gubernur NTT: Siswa Harus Kreatif dalam Mengelola Potensi Daerah

KUPANG,DELEGASI.BET - Gubernur NTT, Melki Laka Lena mengatakan, saat ini  kita sudah ada pada situasi…

13 jam ago

Bupati Sikka Serahkan SK Pendirian SMP Negeri 049 Renggarasi

MAUMERE,DELEGASI.NET - Perjuangan panjang masyarakat Tana Wawo akan hadirnya sebuah SMP Negeri di wilayah itu…

1 hari ago

Naik Mobil Tahanan Kejari Sikka, Hendrik Putra Winata Sempat Hindari Kamera Wartawan

MAUMERE,DELEGASI.NET- Hendrik Putra Winata, terpidana kasus penganiayaan akhirnya dieksekusi Kejaksaan Negeri Sikka, Jumat (2/5) siang.…

1 hari ago