KUPANG – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Emanuel Melkiades Laka Lena, menghadiri kegiatan bertajuk “Konsep Penyusunan Kegiatan Kerja Logis Kebijakan Pembangunan Pertanian di NTT 2025–2030” yang digelar oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat NTT di Hotel Harper, Kupang, Kamis (15/05/2025) malam.
Acara ini dihadiri oleh Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi NTT Leonardus Lelo, Ketua Dewan Kehormatan DPD Partai Demokrat Provinsi NTT Frans Kape, Sekretaris DPD Partai Demokrat Provinsi NTT Daniel Samuel Hake, para Pengurus DPD Partai Demokrat Provinsi NTT, dan Anggota DPRD NTT dari Fraksi Demokrat.
Forum ini menjadi ruang strategis pertemuan antara dunia politik dan sektor pertanian, menghadirkan pemangku kepentingan dari unsur pemerintahan, akademisi, praktisi, hingga kelompok petani.
Tujuannya: menyusun peta jalan pertanian NTT yang lebih partisipatif, logis, dan berkelanjutan.
Ketua DPD Partai Demokrat NTT, Leonardus Lelo, menegaskan bahwa tantangan sektor pertanian di NTT terlalu kompleks jika hanya diselesaikan oleh satu pihak.
Ia menyerukan kolaborasi lintas sektor, terutama dalam hal penyusunan kebijakan yang berbasis data dan kenyataan di lapangan.
“Kita perlu menggalang partisipasi semua pihak untuk menutupi kekurangan data, meningkatkan akurasi kebijakan, dan memperkuat legitimasi serta keberlanjutan pembangunan pertanian,” ujar Leo Lelo.
Ia menyebut bahwa Partai Demokrat memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk mendorong hadirnya kebijakan partisipatif.
Dalam paparannya, Leo Lelo memperkenalkan model hilirisasi pertanian yang dirancang berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan, memperhatikan kewenangan lintas sektor, kapasitas aparatur, dan keterlibatan petani serta pelaku usaha.
Salah satu skema yang diusulkan adalah pembentukan koperasi tani berbasis kelompok petani muda, produktif, dan melek huruf, dengan anggota minimal 20 orang dan lahan garapan satu hamparan seluas 10 hektare.
Model ini dianggap ideal untuk menggerakkan roda produksi sekaligus distribusi dalam satu sistem terintegrasi.
Sementara itu, Gubernur Melki Laka Lena memberikan apresiasi terhadap langkah konkret yang diambil Partai Demokrat dalam membangun kesadaran dan komitmen politik terhadap pertanian.
Menurutnya, selama ini sektor pertanian belum memperoleh dukungan fiskal dan politik yang sebanding dengan jumlah masyarakat yang menggantungkan hidup di dalamnya.
“Sekitar 80 persen masyarakat NTT hidup dari sektor pertanian, tapi kontribusinya ke PDRB hanya sekitar 29 persen. Artinya, masih ada ketimpangan dalam perhatian dan dukungan kita,” kata Melki.
Ia juga menyoroti berbagai hambatan struktural, mulai dari minimnya penyuluh pertanian, kurangnya regenerasi petani muda, hingga kerusakan lahan akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia.
Gubernur Melki menggarisbawahi pentingnya kerja kolaboratif yang terpimpin dalam satu komando, sebagaimana pendekatan pemerintahan pusat di bawah Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Ia mengajak semua elemen masyarakat dan lembaga untuk bersinergi menyelesaikan persoalan pertanian secara cepat dan menyeluruh.
“Kalau semua bekerja dalam satu barisan—pemerintah, pelaku usaha, lembaga agama, media, dan tentu saja partai politik—maka kita bisa selesaikan persoalan-persoalan ini lebih cepat,” ujarnya.
Dalam nada reflektif, ia menyinggung ironi sebutan “provinsi jagung” bagi NTT.
“Kita disebut provinsi jagung, tapi produksinya belum mencukupi kebutuhan. Kita masih defisit dan harus ambil dari luar,” ungkapnya.
Melki juga mengingatkan bahwa kebutuhan pangan NTT terus meningkat, sementara produksi dan pencetakan sawah baru belum mampu mengejar permintaan.
Ia menyebut kekurangan pasokan sebagai pemicu inflasi di beberapa daerah.
“Kalau tidak ada langkah konkret dan cepat, ini bisa jadi masalah serius. Kita butuh intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian yang nyata,” tegasnya.
Menutup sambutannya, Gubernur Melki mengajak partai politik, khususnya Partai Demokrat, untuk tak berhenti pada diskusi.
Ia mendorong agar model-model yang dirancang diuji coba di lapangan sebagai proyek percontohan.
“Diskusi cukup. Sekarang saatnya kerja nyata. Mari kita bikin karya di lapangan yang bisa dilihat, disentuh, dan dirasakan manfaatnya,” ujarnya penuh semangat. ***