Babi yang biasanya dipakai untuk urusan adat di Flotim, terancam habis karena wabah ASF. (Delegasi.Com/BBO)
LARANTUKA-DELEGASI.COM- Kematian ternak Babi di Flores Timur, kian tak terbendung dengan gejalah klinis African Swine Fever (ASF) atau Demam Babi Afrika.
Bahkan, sampai dengan Senin, 11 Januari 2021, Data yang masuk ke Dinas Peternakan Flotim mencapai 1.600 ekor.
Minus dengan data kematian Babi di Pulau Solor, yang belum masuk.
Baca Juga:
Dinas Peternakan Flotim juga mengaku kesulitan untuk cegah wabah ini karena tidak ada obat dan vaksinnya.
Demikian penjelasan Kepala Dinas Peternakan Flotim, melalui Sekretaris Dinas, drh.Simon Nani,M.Sc, saat ditemui di Kantornya, Kamis, 14/01/2021, Pagi.
Dokter hewan jebolan Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gajah Mada 1996 ini, bahkan menyebut, gejalah klinis ASF serang Flotim sejak Bulan Desember.
“Penularannya sangat cepat dan mematikan 99-100 persen ternak yang kena pasti mati. Mirip Covid-19.
Olehnya, warga diminta tetap jaga kesehatan ternak dan lingkungan.
Lalu lintas keluar-masuk ternak harus diperketat,”katanya.
Ia meminta warga agar selalu jaga kebersihan kandang dan ternak.
Pakannya pun dipastikan sehat.
Tidak boleh dari air limbah ternak yang sudah terkena gejalah ASF.
Demikian pula, Babi yang sudah mati sebaiknya dikubur.
“Tidak boleh dibuang di kebun, hutan atau laut. Sebab, bisa menular lagi, kalau bangkainya dihinggapi lalat.
Memang, virus ini tak menular ke manusia, namun berpotensi menyerang ternak babi yang lainnya,”ujarnya, lagi.
Sejauh ini, kata Simon Nani, pihaknya cukup kesulitan untuk menolong ternak warga yang terus mati, karena tidak ada obat dan vaksin khusus untuk virus jenis ini.
“Sehingga langkah yang diambil yang diambil adalah mengerahkan petugas Kesehatan Hewan terdekat untuk beri vitamin agar Babi bisa punya daya tahan tubuh yang kuat.
Selain itu, Kami juga telah bersurat ke Camat agar bantu sosialisasi dan himbau warga jaga kesehatan ternak dan lingkungan.
Babi yang mati sebaiknya dikuburkan. Jangan dibuang ke hutan atau laut lagi,”tegasnya.
Sembari menambahkan, memang ada bantuan disinfektan, namun karena terbatas sehingga lebih diutamakan ke peternak dalam jumlah besar.
“Kami juga prihatin dengan kondisi ini, tapi mau bagaimana lagi.
Warga sangat dirugikan dengan virus ini yang bergerak begitu cepat.
Jika dihitung dengan rata-rata perekor Rp.3 juta, maka kerugiannya sudah tembus Rp.4 Miliar. Nilai ekonomis yang sangat besar.
Baca Juga:
Kami juga sudah laporkan kepada Bupati Flotim terkait situasi ini.
Kita berharap, virus ini segera berakhir,”pungkasnya.
Sementara itu, dari informasi yang disadap Media, hingga Jumad, 15/01/2021, Pagi, warga pun terus keluhkan keadaan ternaknya.
Ada yang sedang sekarat, lemas dan tak bisa makan.
Di Desa Lewotobi, Ile Bura, Ada yang sudah mati satu ekor, dan dua ekor, pada Rabu, 13/01/2021.
//delegasi (BBO)
VATIKAN,DELEGASI.NET- Paus Leo XIV mengadakan audiensi pribadi dengan Wakil Presiden AS, James David Vance dan…
JAKARTA,DELEGASI.NET - Memperingati Hari Kebangkitan Nasional (HARKITNAS) ke-117 tahun 2025 ini, Jaringan Kebudayaan Rakyat (JAKER) akan…
KUPANG,DELEGASI.NET- Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Emanuel Melkiades Laka Lena melantik dan mengambil sumpah janji…
KUPANG,DELEGASI.NET,– Bertempat di Alun-alun Kota Kupang pada Sabtu 17 Mei 2025 malam kemarin dilaksanakan Syukuran…
KOTA KUPANG,DELEGASI.NET- Pemerintah Kota Kupang kembali menunjukkan komitmennya dalam merawat toleransi dan keberagaman melalui kehadiran…
LARANTUKA – Langit di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), berubah menjadi gelap, Minggu (18/5/2025) siang.…