Dalam Bayang-Bayang Leo X dan Luther, Tumbuh Harapan Bersama Leo XIV

Oleh: RD Patris Alegro

Paus Leo X dan Martin Luther berdiri sebagai dua kutub sejarah yang tak terelakkan. Yang satu adalah lambang puncak kekuasaan Gereja abad ke-16, yang lain adalah suara nurani yang menggugat dari kedalaman batin seorang biarawan Augustinian.

Konflik mereka bukan hanya benturan ide, tetapi benturan pengalaman religius: antara kelembagaan dan pertobatan, antara keagungan duniawi dan kegelisahan rohani.

Luther, dalam keheningan biara Augustinian, menulis bahwa ia tidak menemukan damai sampai ia memahami bahwa “kebenaran Allah” bukan penghukuman, tetapi belas kasih yang membenarkan orang berdosa karena iman. Itu adalah pengalaman batin yang meledakkan tatanan luar.

Tapi dalam kekacauan zaman, dialog itu tak sempat lahir—yang terjadi adalah perpecahan.

Lalu kini, berabad-abad kemudian, muncul Paus Leo XIV, juga dari Ordo Santo Agustinus. Seakan sejarah menawarkan versi baru: bukan sebagai lawan Luther, melainkan sebagai orang yang, dalam rahmat dan waktu, mungkin bisa mendengarkan luka-luka lama itu. Ia membawa warisan Augustinian bukan untuk mengulang konflik, melainkan untuk menjahit yang terbelah.

Paus Leo XIV datang bukan dengan kekuasaan Leo X, bukan pula dengan kemarahan Luther, tapi dengan kerendahan hati dari pengalaman pastoral di Peru, di tempat-tempat sunyi di mana Gereja hadir dalam kelemahan dan pelayanan.

Pengalamannya sebagai imam, misionaris, dan gembala membawa ia lebih dekat kepada jiwa-jiwa yang resah—seperti Luther dahulu.

Ia tahu bahwa pertobatan bukan gerakan menuju doktrin, tetapi menuju Pribadi: Kristus yang hidup.

Ada makna mendalam bahwa dua tokoh yang dahulu terbelah kini hadir dalam satu pribadi—tidak secara historis, tetapi secara simbolik dan rohani. Leo XIV menjadi ruang perjumpaan: antara Roma dan Wittenberg, antara masa lalu dan masa depan, antara kebenaran dan belas kasih.

Mungkin inilah yang dimaksud dengan mottonya: In illo uno unum – “Dalam Dia yang satu, kita menjadi satu.” Dalam Kristus, bahkan luka sejarah dapat menjadi sumber penyembuhan.**

Komentar ANDA?

Penulis Delegasi

Recent Posts

Gubernur Melki Laka Lena Buka PEPARPEDA III Tahun 2025 Provinsi NTT

Gubernur Melki Laka Lena Buka PEPARPEDA III Tahun 2025 Provinsi NTT KUPANG,DELEGASI.NET -Gubernur NTT, Emanuel…

15 jam ago

NTT Kaya Komoditas tapi Kurang Produksi, Gubernur Melki Tekankan Kerja Nyata Demokrat Usai Diskusi

KUPANG - Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Emanuel Melkiades Laka Lena, menghadiri kegiatan bertajuk “Konsep…

15 jam ago

Stevi Harman Minta Kementerian PPPA Libatkan Mitra Sosial dalam Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan di NTT

JAKARTA,DELEGASI.NET - Penanganan kasus Kekerasan terhadap anak dan perempuan di Nusa Tenggara Timur (NTT) perlu…

1 hari ago

Kardinal Parolin: Pembicaraan di Istanbul Membuka Jalan Perdamaian

VATIKAN,DELEGASI.NET- Di sela-sela acara diskusi tentang Ukraina di Universitas Kepausan Gregorian,Sekretaris Negara Vatikan, Kardinal Pietro…

2 hari ago

Polres Sikka Serius Berantas Aksi Premanisme

MAUMERE,DELEGASI.NET - Polres Sikka bakal menggelar Operasi Penyakit Masyarakat (Pekat) selama dua minggu ke depan,…

2 hari ago

RUPS LB Bank NTT Usulkan Dua Nama Jadi Dirut, Gubernur Melki: Tidak Ada Politisi dan Birokrat!

KUPANG- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa Bank NTT tahun 2025, Rabu (15/5), berlangsung…

2 hari ago